Monday, January 29, 2007

Ada Gula di Industri Keuangan Syariah

Tahun ini Indonesia akan turut dalam booming industri keuangan syariah dunia. Pastikan Anda tidak ketinggalan.

OLEH: HIZBULLAH ARIEF

Investasi syariah telah mengglobal. CIMB Islamic memperkirakan, hingga akhir 2005, jumlah dana berbasis syariah mencapai angka $600 miliar hingga $1 triliun. Terdapat lebih dari 265 bank syariah di 39 negara, dengan aset total $262 miliar. Jumlah simpanan di perbankan syariah mencapai $202 miliar. Pasar keuangan syariah bernilai lebih dari $250 miliar dengan mayoritas investor berasal dari Timur Tengah.

Sementara itu nilai industri reksa dana syariah dunia telah mencapai $50-70 miliar. Sebanyak 34% dan 35% produk reksa dana syariah terdapat di Malaysia dan Saudi Arabia. Khusus di Malaysia, negara jiran tersebut telah memiliki 83 reksa dana berbasis syariah atau 24,4% dari total reksa dana di negara tersebut.

Industri reksa dana syariah merupakan cerminan dari pertumbuhan di industri-industri syariah lain seperti pasar modal dan industri perbankan. Menurut Zeti Akhtar Aziz, Gubernur Bank Negara Malaysia, 1 November lalu, industri perbankan syariah Malaysia telah mengalami pertumbuhan dua digit (19%) dalam lima tahun terakhir. Aset perbankan syariah Malaysia mencapai Rp35 triliun (RM122 miliar)—salah satu yang terbesar di dunia. Sementara pasar obligasi negara syariah (sukuk) mencapai Rp34 triliun (RM120 miliar) dan menjadi pasar obligasi syariah terbesar di dunia.

Industri investasi berbasis syariah di Malaysia memang lebih matang dibandingkan dengan industri investasi syariah di Tanah Air. Namun dilihat dari prestasinya, Indonesia tak kalah dibandingkan negara-negara yang lebih maju. Di industri reksa dana syariah misalnya. Berdasarkan data Karim Business Consulting (KBC) per Agustus lalu, tiga reksa dana syariah Indonesia menempati posisi 20 besar reksa dana syariah yang memberikan imbal hasil terbaik di dunia dalam tiga tahun terakhir.

Reksa dana tersebut adalah Danareksa Syariah Berimbang, reksa dana campuran yang dikelola oleh Danareksa Investment Management (rangking ke-4), PNM Syariah dari PNM Investment Management (rangking ke-8) dan Batasa Syariah, reksa dana pendapatan tetap yang dikelola oleh Batasa Capital (rangking ke-18).

Bahkan, Batasa Syariah menempati posisi pertama diantara seluruh reksa dana pendapatan tetap (baik konvensional maupun syariah) di Asia, dengan tingkat imbal hasil dalam dollar AS (US$ hedge return) mencapai 6,97%. Batasa mengalahkan reksa dana Krung Thai Div dari Thailand, BT WHL-Ethical dari Australia dan Sumitomo Mitsui dari Jepang.

Prestasi perbankan syariah di dalam negeri pun tak kalah menarik. Rata-rata bagi hasil di perbankan syariah nasional mencapai 9%--lebih besar dibanding bunga di perbankan konvensional yang hanya 6%. Saat suku bunga Bank Indonesia terus turun hingga mencapai 9,5%, bagi hasil perbankan syariah pun akan semakin kompetitif.

Ini tak lepas dari kinerja perbankan syariah yang selalu mengungguli perbankan konvensional, baik dari sisi pembiayaan maupun tingkat kredit macet. Rasio antara pembiayaan dan simpanan (financing to deposit ratio) di perbankan syariah menurut Bank Indonesia per November lalu mencapai 106% (LDR perbankan konvensional 61,2%) dengan tingkat pembiayaan macet (non-performance financing) mencapai 5% (NPL perbankan konvensional 8,25%).

Sementara itu di bursa saham, menurut Justarina Naiborhu, Direktur Manajemen Aset, CIMB-GK Securites, September lalu, dalam 6 tahun terakhir, Jakarta Islamic Index (JII) yang memuat saham-saham yang sesuai dengan prinsip syariah terus mengguli kinerja indek harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta. Tren ini juga terjadi di dunia. Saham-saham berbasis syariah terbukti terus unggul 15-20% dibandingkan dengan saham-saham konvensional.

Jembatan

Hal ini berarti, industri investasi syariah terus tumbuh dan layak menjadi pilihan. Namun, di Indonesia, perkembangan investasi syariah di pasar modal masih jauh tertinggal jika dibandingkan dengan kemajuan di sektor perbankan. Jumlah aset perbankan syariah hingga November 2006 tercatat mencapai Rp 25,5 triliun. Sementara jumlah obligasi syariah yang tercatat di pasar modal hanya 17 buah dengan nilai Rp2,3 triliun.

Di industri reksa dana, baru 18 produk reksa dana syariah dari 11 perusahaan manajemen investasi yang tercatat di Bapepam— dengan nilai aktiva bersih mencapai Rp567 miliar. Ini hanya 1,1% dari total nilai aktiva bersih reksa dana yang mencapai Rp49,5 triliun per Desember 2006. Di pasar saham, hingga kini baru 33 saham yang masuk dalam Jakarta Islamic Index (JII), indeks harga saham yang sesuai dengan prinsip syariah. Artinya investor belum mempunyai banyak pilihan untuk berinvestasi.

Fenomena ini mengarah pada sebuah teori menarik. Menurut Adiwarman Karim, Presiden Direktur KBC, pemodal muslim Indonesia—sekaligus pangsa terbesar untuk investasi syariah—mayoritas masih berpendapatan antara Rp3-7 juta per bulan. Hal ini kemungkinan yang menjadi alasan mengapa dana investasi syariah masih banyak terserap ke industri perbankan. Jumlah dana pihak ketiga di perbankan syariah per November tahun lalu mencapai Rp19,3 triliun. Deposito dan tabungan mudharabah menyumbang 55% dan 30% komposisi dana pihak ketiga di perbankan syariah. Tahun ini jumlah dana pihak ketiga diperkirakan melonjak menjadi Rp27,4 triliun dan pada 2008 mencapai Rp39,8 triliun.

Menurut Ari Purwandono, Senior Vice President, Syariah Banking Group Head, Bank Niaga Syariah, lembaganya kini memiliki 12.000 nasabah funding. Selain produk yang semakin bervariasi, yang menjadi daya tarik utama bagi nasabah menurutnya adalah rata-rata imbal hasil tahunan (yield) produk deposito yang mencapai 12,5%. Bank Niaga Syariah pertengahan Januari lalu baru meluncurkan tabungan perencanaan yang memiliki unsur investasi dan proteksi.

Sementara itu, pasar modal menjadi magnet bagi investor yang lebih canggih. Namun sebelum terjun langsung ke pasar modal, reksa dana syariah bisa menjadi pilihan yang logis. Dengan bantuan manajer investasi, pemodal bisa memilih produk investasi sesuai dengan profil risiko mereka. Misal reksa dana campuran saham. Produk ini bisa menjadi sarana bagi investor untuk memaksimalkan imbal hasil karena berinvestasi di saham sekaligus memberikan kesempatan bagi investor untuk meminimalisir risiko. CIMB GK-Securities, akhir tahun lalu meluncurkan produk reksa dana campuran saham dengan nama Kausar Balanced Growth Syariah yang 15% investasinya ditanamkan di pasar modal luar negeri. Reksa dana bisa menjadi jembatan bagi investor untuk masuk ke pasar modal.

Menurut Eko Pratomo, Presiden Direktur, Fortis Investments, industri reksa dana juga memiliki hubungan timbal balik langsung dengan industri perbankan. Hal ini dibuktikan ketika terjadi penarikan reksa dana besar-besaran pada akhir 2005. Dana keluar di industri reksa dana menjadi dana masuk di industri perbankan. “Kesimpulannya investor reksa dana masih didominasi oleh nasabah deposito berjangka (time deposit),” ujarnya. Teori itu masih berlaku hingga kini.

Teori tersebut sekaligus memunculkan basis investor yang lebih luas bagi industri investasi berbasis syariah. Dana pihak ketiga di perbankan konvensional per November jumlahnya sudah mencapai Rp1250 triliun. Asset perbankan konvensional telah mencapai Rp1635 triliun. Ditambah lagi aset di lembaga keuangan non bank seperti dana pensiun dan asuransi yang jumlahnya mencapai Rp375 triliun.

Gula

Tahun ini, seiring suku bunga yang terus turun, pemerintah menargetkan penerbitan obligasi negara syariah. Hal ini dilakukan setelah pemerintah melakukan road show, mengaji permintaan pasar atas obligasi negara syariah. Ini diyakini akan menjadi gula selain untuk investor dalam negeri juga terutama bagi investor dari Timur Tengah.

Pendekatan sesuai dengan kebutuhan pasar ini berbeda dengan pendekatan top-down Malaysia—di mana pemerintah menfasilitasi dari awal dan mendorong terciptanya industri keuangan syariah. Penerbitan UU Syariah, UU Surat Berharga Negara dan amandemen pajak pada kuartal pertama tahun ini juga dipastikan akan semakin menggairahkan industri.

Dewan Syariah Nasional tahun ini juga berencana untuk menerbitkan daftar efek berbasis syariah baru yang akan memuat 255 saham sesuai prinsip syariah di Bursa Efek Jakarta—meningkat dari 33 saham syariah yang saat ini tercatat di JII. Di pasar obligasi, menurut Adiwarman, dari Rp15 triliun obligasi yang akan terbit hingga semester pertama tahun ini, 20% diantaranya merupakan obligasi syariah.

Semua itu berarti, peluang investor untuk berinvestasi di efek syariah pun semakin lebar. Dengan imbal hasil yang menarik, pasar yang bergairah dan struktur produk yang baik, produk investasi syariah di perbankan, di pasar modal maupun di industri reksa dana, layak masuk dalam keranjang investasi Anda. Tak peduli suku, agama atau ras Anda. Karena gula, apapun itu bentuknya, akan selalu menarik semut untuk singgah.

2 Comments:

At 11:44 AM, Blogger sunaryo adhiatmoko said...

dukung syariah

 
At 10:45 AM, Blogger udarapagi said...

Terima kasih mas Sunaryo karena telah mampir ..

Hizbullah

 

Post a Comment

<< Home