Saturday, February 05, 2005

Pertaruhan Indosat

Dengan perubahan logo dan integrasi jaringan, Indosat berencana makin fokus di bisnis seluler

Siang itu, 2 Februari, di lantai 4 Gedung Indosat di Jalan Merdeka Barat, suasana tampak meriah. Seluruh ruangan ditata dengan nuansa kuning, merah dan biru. Berpuluh wartawan hadir untuk menyaksikan saat yang bisa dikatakan bersejarah. Tepat pukul 11.24 jajaran petinggi Indosat (JSX:ISAT/NYSE;IIT) menekan tombol yang menjadi simbol tampilnya logo baru Indosat, Techno Flower, yang menurut Indosat merupakan cerminan teknologi tinggi, sikap yang bersahabat, dinamis dan modern. Indosat terakhir merubah logonya pada 1984. Saat itu status Indosat masih sebagai BUMN (Badan Usaha Milik Negara) setelah pada 1980 pemerintah menguasai seluruh saham Indosat.

Kini status Indosat telah kembali seperti pada awal masa berdirinya, sebagai perusahaan penanaman modal asing (PMA) setelah pemerintah melepas 41,94% sahamnya ke Singapore Technologies Telemedia Pte.Ltd pada akhir 2002. Logo Indosat terbaru ini seakan menandaskan posisi Indosat tersebut. Menurut Ng Eng Ho, Wakil Presiden Direktur PT. Indosat Tbk., sebelum logo baru diluncurkan, ada proses transformasi dengan bergabungnya dua layanan seluler Indosat, Satelindo dan IM3.

Sekilas balik, layananan seluler Indosat M-3 berdiri pada 28 Agustus 2001 setelah RUPS mengeluarkan keputusan pada 23 Juli 2001, mengenai pemisahan divisi IM-3 dari Indosat menjadi satu perusahaan tersendiri. IM-3 langsung menjadi pionir dalam layanan multimedia diantara para penyedia layanan telekomunikasi GSM di tanah air dengan meluncurkan layanan GPRS pertama. Kepemimpinan multimedia IM-3 terus berlanjut pada 2002 dengan meluncurkan fitur aplikasi MMS, video streaming dan portal multiakses. Pada 20 November 2003 layanan multimedia IM-3 harus bergabung dengan saudaranya Satelindo dengan mergernya Indosat-Satelindo & IM-3.

Integrasi

Dari sinilah persoalan muncul. Layananan Mentari dan Matrix yang lebih mengandalkan pada kualitas suara (voice) dan keluasan jaringan, harus bergabung dengan layanan IM-3 yang mengandalkan layanan multimedia dan transfer data berkecepatan tinggi. Mau tidak mau, untuk menggabungkan keduanya, kemampuan BTS (Base Transciever Station) harus ditingkatkan. BTS IM-3 sebelumnya menggunakan jaringan dari Ericsson. Sementara Mentari memakai jaringan dari Alcatel. Sejak Februari tahun lalu, Indosat telah mengumumkan rencananya ini. “Kendalanya ada di integrasi jaringan,” ujar Yudi Rulanto, Senior Vice President Marketing & Product Cellular Indosat, 26 Februari 2004 di Jakarta. Dengan bersatunya jaringan diharapkan jangkauan (coverage) IM-3 Smart dan Bright sama dengan jangkauan Matrix dan Mentari, sementara fitur Mentari dan Matrix dilengkapi fitur saudaranya IM-3.

Indosat rupanya tidak main-main. “Indosat merupakan operator pertama yang akan mengimplementasikan integrasi jaringan untuk lebih dari dua produk seluler,” ujar Widya Purnama, yang saat itu masih menjabat sebagai direktur utama PT. Indosat, Tbk, Agustus tahun lalu. Pengerjaan proyek integrasi jaringan ini telah dimulai pada 15 Juli 2004 untuk wilayah Jabotabek dan selesai pada akhir Oktober 2004. Tidak tanggung-tanggung, Indosat mengalokasikan sebesar $540 juta atau 80% dari sekitar $675 juta capital expenditure (pengeluaran modal) Indosat untuk pengembangan kapasitas dan cakupan jaringan seluler termasuk integrasi jaringan ini.

Para vendor infrastruktur jaringan lah yang beruntung. Siemens mendapat jatah pembangunan infrastruktur di Sumatera, Nokia di Jawa Timur, Bali dan Jawa Tengah bagian selatan. Sementara Ericsson mendapat jatah di Jabotabek dan Alcatel di Kalimantan, Sulawesi dan Jawa Barat. “Ke depannya kami akan berupaya untuk memberikan layanan full-coverage GPRS,” ujar Yudi. Waktu itu (Februari, 2004) baru di Batam, Jakarta, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta yang telah mendapatkan layanan penuh GPRS dari IM-3.

Pengembangan kapasitas dan cakupan jaringan seluler ini juga akan menambah jumlah situs (site) BTS Indosat, yang pada tahun ini ditargetkan bertambah 2000 buah menjadi total 5000 situs dari hanya 3000 di 2003. Menurut Sumedi Kirono, Senior Vice President Operation and Networking Indosat kepada BusinessWeek Indonesia Februari tahun lalu, jangkauan layanan seluler Indosat sudah mencapai 50% dari wilayah nasional. Dengan program di atas bisa dipastikan jangkauan layanan seluler Indosat akan bertambah. “Kita harapkan bisa memberikan sinyal kuat di seluruh Indonesia,” ujar Widya.

Pertaruhan seluler

Selain bisnis seluler, Indosat sejak 13 Juli tahun lalu juga telah meluncurkan layanan telekomunikasi tetap nirkabel (fixed wireless) berbasis teknologi Code Multiple Divison Access 1X (CDMA) dengan merek dagang ”StarOne”. Saat itu Indosat menargetkan sebanyak satu juta satuan sambungan tetelpon (SST) pada 2004. Pada tahap pertama, Indosat telah membangun sekitar 500.000 SST. Meliputi 300.000 SST di wilayah Jabotabek, dan 300.000 SST sisanya di Jawa Timur. Tahap berikutnya Indosat akan membangun sebanyak 500.000 SST di wilayah Sumatra, Jawa Barat, Jawa Tengah dan wilayah Kalimantan. Menurut Dirut Pengembangan Bisnis Indosat, Wityasmoro Sih Handayanto, sebanyak 500.000 SST di Jabotabek dan Jawa Timur akan dibangun dengan dana internal perusahaan yang mencapai US$ 40 juta. Sedangkan pengembangan di wilayah lain dilakukan dengan pola bagi hasil (PBH).

Namun ke depannya, tampak jelas pertaruhan Indosat ada di bisnis seluler. “ISAT memang kelihatannya menjual semua bisnis non inti untuk fokus ke inti (selular),” ujar Kennyarso Soejatman, Senior Investment Manager, First State Investment kepada BusinessWeek Indonesia, 14 Februari. “Bisnis selular masih memberikan potensi pertumbuhan yang tinggi dibandingkan fixed line dan marginnya pun lebih tinggi.” Indosat berencana melego 100% dari 49% kepemilikan sahamnya di Camintel dan 96.78% sahamnya di Sisindosat. Camintel adalah perusahaan telekomunikasi fixed line di Kamboja hasil kerjasama Indosat dan pemerintah Kamboja. Pemerintah kamboja memiliki 51% saham Camintel. Per Januari kemarin, ISAT menjual seluruh saham di Sisindosat dengan harga Rp40 triliun. “(Tujuan melepas saham ) Ini untuk lebih fokus di bisnis seluler,“ ujar Widya, Agustus tahun lalu.
Pernyataan itu ditegaskan kembali oleh Ng Eng Ho tepat pada saat Indosat meluncurkan perubahan logo korporat barunya. “Kami akan lebih terfokus di bisnis seluler,” ujarnya. Eng Ho tidak salah. Pasar Indonesia memang masih sangat menarik untuk dieksplorasi. Hingga akhir tahun 2004 jumlah pengguna telepon seluler diperkirakan baru akan mencapai 23 juta. Bandingkan dengan penetrasi seluler di China yang diperkirakan sudah mencapai 23% dari populasi yang 300 juta. Selain itu selama sembilan bulan pertama 2004, bisnis seluler Indosat memberikan kontribusi sebesar 68,5% terhadap pendapatan usaha perusahaan. SLI memberikan kontribusi 16,4% dan MIDI dan jasa lain sebesar 14,2%. Menurut Fadzri Sentosa, Senior Vice President Cellular Sales PT.Indosat Januari lalu, hingga akhir 2004 jumlah pelanggan seluler Indosat sudah mengalami kenaikan 3,7 juta menjadi total 9,7 juta pelanggan. Indosat menargetkan tambahan 3,7 juta - 4 juta pelanggan baru di 2005. Sebuah target optimis di tahun baru, tentunya dengan logo yang juga baru.
Oleh Hizbullah Arief di Jakarta.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home