Saturday, February 07, 2004

Bisnis Istana Menyerbu Jakarta

Apartemen mewah bertebaran di seluruh penjuru Jakarta. Sebuah anomali berbuah hoki

Sebuah bangunan dengan gaya renaissance berdiri megah di samping Hotel Sahid Jaya. Dari luar tampak hiasan patung-patung klasik jaman Yunani kuno. Dengan membawa nama besar artis Leonardo Da Vinci, PT Wijaya Karya menghadirkan Menara Da Vinci, bangunan mewah di tengah belantara gedung megah di Jalan Sudirman, Jakarta. Gedung Da Vinci yang bernilai Rp 10 miliar ini hanyalah salah satu bukti, maraknya proyek pembangunan apartemen di Jakarta. Apartemen dengan harga ratusan juta sampai puluhan milyar rupiah kini tersedia. Apartemen Pakubuwono contohnya dijual dengan harga Rp2 miliar per unit. Apartemen Kempinski dijual dengan harga $3000 per meter persegi, Sailendra $2500 per meter persegi, Airlangga $1.818 per meter persegi, Apartemen Dharmawangsa $2.700 per meter persegi, Four Season $2.200 per meter persegi, dan masih banyak lagi. Anehnya berapapun harga yang ditawarkan, apartemen ini selalu ludes bak pisang goreng. Apartemen Da Vinci, yang dilepas dengan harga minimal Rp 22 miliar (furnished) per unit, laku keras. Pembeli sudah memborong habis seluruh unit apartemen ini ketika pembangunan fisik apartemen jauh dari tahap selesai.

Dari data PSPI (Pusat Studi Properti Indonesia), jumlah pasokan kondominium (apartemen strata-title, apartemen dengan hak milik) di Jakarta sampai 2003 mencapai 26.051 unit. Selama 2003, jumlah pasokan kondominium meningkat 286% menjadi 721 unit, dari 252 unit di 2002. Pasokan kondominium hingga akhir 2003, diperoleh dari konversi Apartemen Setiabudi sebanyak 87 unit, Apartemen Pantai Mutiara Dua, 92 unit, Apartemen Pantai Mutiara Tiga berikut hasil konversi 102 unit, Apartemen Ibis Mangga Dua, 39 unit, Apartemen Permata Senayan, 18 unit, Apartemen Pantai Mutiara Empat, 112 unit, Apartemen Four Season Tower 3&4, 236 unit dan Apartemen Da Vinci, 35 unit.

Tahun ini, pasar kondominium menurut PSPI akan meledak dengan jumlah pasokan kondominium sebesar 6.815 unit atau meningkat 945% dari total stok kondominium di tahun 2003. Sehingga secara kumulatif, jumlah total pasokan kondominium di 2004 akan mencapai 32.866 unit. Luar biasa!

Sampai 2005, menurut data Ray White Indonesia, terdapat 22 proyek kondominium baru yang sedang dibangun di Jakarta. Total unit dari 22 proyek kondominium tersebut mencapai 15.778 unit, yang diperkirakan akan memasuki pasar mulai tahun ini. Banyaknya peluncuran proyek kondominium baru sejak kuartal kedua 2002 menurut Ray White telah mendorong pertumbuhan permintaan dan penjualan, tidak hanya pada proyek-proyek yang baru, tetapi juga pada kondominium / apartemen lama yang sudah ada.

Investasi

Apa yang membuat pengembang terus tertarik membangun proyek kondominium baru ini? Menurut pengamat properti Panangian Simanungkalit, pasar apartemen strata-title (kondominium) terbagi dua, pasar jual dan pasar sewa. “Mereka (pengembang) melihat pasar jualnya bagus, walaupun pasar sewanya belum terlalu bagus,” ujarnya kepada BusinessWeek Indonesia. Pasar sewa yang selama ini didominasi oleh orang asing belum kembali. Tingginya pasar jual ini menurut Panangian, karena banyak orang bingung menempatkan dananya. Dengan suku bunga yang sudah dibawah 7 % dan inflasi yang mendekati suku bunga, menurut Panangian, secara teoritis, menempatkan uang di bank itu bukanlah prilaku yang pintar. ”Sementara produk investasi seperti reksadana dan saham bagi pemilik dana yang berjumlah besar, masih dianggap belum solid, masih volatile,” tuturnya.

Suburnya pasar apartemen strata-title juga dipengaruhi oleh prilaku pembeli. Menurut Jay Smith dari Property Group, PriceWaterhouseCoopers, investor lebih banyak tertarik untuk memborong proyek apartemen strata-title yang baru diluncurkan, yang belum mulai dibangun, karena mereka berharap akan mendapatkan pengembalian modal lebih cepat. “Ketika unit tersebut selesai dibangun nilainya tentu akan lebih tinggi,” ujar Smith. Faktor lain yang menjadi pertimbangan investor untuk membeli apartemen adalah lokasi, prestise, kenyamanan dan harga.

Menurut Panangian, pasar kondominium memiliki variasi yang sangat besar dari sisi harga. “Dari Rp200 juta, sampai yang termewah, Rp 23 miliar,” ujarnya. Sementara dari sisi pasokan, kondominium dengan harga di bawah Rp 500 juta menempati porsi paling banyak sebesar 50%. Kondominium dengan harga Rp500 juta - Rp1 miliar memberikan kontribusi sebesar 25%, Rp1 miliar - Rp2,5 miliar sebesar 10%, dan sisanya merupakan kelas premium. Kondominium dengan harga di bawah Rp500 juta, menurut Panangian, daya serapnya paling besar, karena supply-nya juga paling banyak. “Tapi ketika terjadi over supply, justru kelas ini yang susah dijual, karena motivasi orang beli di sana, masih ikut-ikutan, terpengaruh situasi pasar,” tuturnya. Hal ini berbeda dengan pasar apartemen kelas premium dimana investor biasanya lebih melihat jangka panjang. “Mereka (investor premium) tidak butuh cash,” ujar Panangian.

Over supply

Jadi benarkah sudah terjadi kelebihan pasokan (over suplly)? “Kenyataannya, ya,” ujar Jay Smith. Menurut Smith, sejak krisis moneter tahun 1998, apartemen sewa tingkat huniannya masih dibawah 80%. PSPI juga berpendapat sama. Tingkat penyerapan (pembelian) kondominium pada 2003, hanya mencapai 47%, meningkat hanya 2% dibanding 2002. Di 2004, karena besarnya pasokan, jumlah pembelian diperkirakan akan meningkat hingga 60%. Pembelinya menurut Panangian juga “itu-itu saja”. “Ini memang tipikal ekonomi Indonesia yang dibangun selama 30 tahun,” ujarnya. Mereka ini menurut Panangian merupakan kalangan elit yang hanya berjumlah 1% dari jumlah total penduduk Indonesia.

Menurut Panangian walaupun over supply, pasar properti Indonesia sangatlah unik, yang berbeda dengan pasar properti di negara yang sudah mature, seperti AS dan Australia. “Di sana pasar propertinya sudah jenuh. Kalau disini, jenuhnya dalam tanda petik,” ujarnya. Di Indonesia jenuh dari sisi pengisian, menurut Panangian, sah-sah saja, tapi tidak dari sisi pembelian. “Ini soal trust. Ada orang yang rumahnya di Sentul dibiarin sampai dimakan ngengat. Bagi mereka yang percaya properti itu solid investment, mau digigit ngengat pun tak masalah. Inilah uniknya di Indonesia,” tuturnya.

Anomali lain menurut Panangian terletak pada segi harga. Properti sebagai investasi menurut Panangian menghasilkan gain rata-rata mencapai 20% per tahun. “Lebih besar dalam sejarah suku bunga di tahun kapanpun,” ujarnya. Bila dibandingkan dengan harga properti di Eropa yang dalam satu tahun hanya naik 1-2%, dan di Singapura yang hanya naik 3% setahun, Indonesia adalah tempat yang paling prospektif. Sebagai contoh di Pondok Indah. Harga tanah pada 1979 hanya Rp50 ribu per meter persegi. Saat ini harga itu sudah menjadi Rp50 juta per meter persegi. “Melonjak seratus kali dalam tempo 26 tahun,” ujar Panangian. Sementara di Kelapa Gading, harga tanah yang di tahun 1980-an hanya Rp50 ribu per meter persegi, sekarang sudah mencapai sekitar Rp8 juta per meter persegi. Daya tarik lain investasi di properti adalah keamanan. Menurut Panangian bagi orang yang mempunyai sifat konservatif, mereka lebih suka menabung dalam bentuk tanah. “Karena secara psikologis mereka seolah-olah tidak sadar makin lama kekayaannya makin banyak,” ujarnya.

Mulai pulihnya bisnis properti di tanah air ini pula yang menjadi daya tarik investor asing untuk masuk ke Indonesia. Salah satu pengembang asing yang sudah masuk di Indonesia sejak 1998 adalah PT Les Nouveaux Constructeurs (Premier) dari Perancis. Menurut Olivier Mitterand, CEO Premier, sejak saat itu Premier sudah mengucurkan dana investasi antara Rp100 miliar hingga Rp160 miliar untuk setiap proyek yang digarapnya. Untuk proyek perumahan dan common area yang baru saja dibangun di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang misalnya, nilai proyeknya mencapai Rp160 milyar. Nilai yang sama juga dikucurkan untuk proyek Premier di Central Park, Kota Wisata, Cibubur. “Sebelum akhir tahun kita akan luncurkan 3 proyek baru bernilai sekitar Rp300 milyar dengan melipatduakan investasi kita di Indonesia,” ujarnya.

Apa yang membuatnya mantap berinvestasi di Indonesia? “Kami sangat yakin bahwa ekonomi Indonesia sudah mulai pulih, dengan tingkat pertumbuhan yang bagus. Kami sangat percaya dengan dinamisnya perekonomian Indonesia,” tutur Olivier mantap kepada BusinessWeek Indonesia. Menanggapi bullish-nya pasar apartemen, Premier memperkirakan, peluang baru pembangunan apartemen akan muncul di wilayah yang tidak terkonsolidasi. “Wilayah yang lebih dekat ke pusat kota Jakarta, seperti di Central Business District (CBD),” ujarnya, Wilayah inilah yang menjadi ambisi Premier di masa datang. Mendengar optimisme ini, masih ragukah Anda? Oleh Hizbullah Arief di Jakarta

0 Comments:

Post a Comment

<< Home