Thursday, July 01, 2004

Nikmatnya Kartu Debit

Di Indonesia dan di seluruh dunia, kartu debit mulai mengalahkan kartu kredit

Sejak dua tahun yang lalu pola belanja Ratna, 29, karyawati sebuah BUMN berubah. Dulu ia mengandalkan kartu kredit untuk membeli segala hal, dari pakaian hingga belanja bulanan. Kini, masa itu sudah lewat. Sejak menikah dengan bekas pacarnya dulu semasa SMA, Doni, Ratna kini lebih bijaksana. Kartu kredit kini lebih banyak berfungsi sebagai hiasan di dompetnya. Andalannya adalah dua kartu debit dari sebuah bank swasta terkemuka. Dua? Ya, satu berfungsi sebagai tabungan dan yang kedua berfungsi sebagai alat belanja. Rekening kartu debit sebagai alat belanja, diisi dananya dari rekening Doni sesuai dengan kebutuhan.

Tren penggunaan kartu debit dan kartu debit di dunia memang mengalami pergeseran. Menurut Visa, hingga kuartal pertama 2004, pemakaian kartu debit Visa tumbuh 107% per tahun. Di Indonesia, Visa mulai memperkenalkan layanan kartu debitnya sejak 2000 dan hingga kini jumlah pemegang kartu debit Visa, menurut Ellyana C Fuad, Country Manager Indonesia, Visa Asia Pacific, mencapai 4 juta kartu. Jumlah ini disumbangkan oleh tujuh bank meliputi Bank Bukopin, Bank Buana Indonesia, Lippobank, Bank Mandiri, Bank Mega, Bank Niaga dan Bank Permata. “Potensinya mencapai 60 juta nasabah,” tuturnya.

Data dari Global Insight Visa 2002, menyebutkan, di Indonesia, penggunaan kartu (baik debit maupun kredit) untuk pembayaran, yang disebut dengan “PCE penetration” baru berkisar 1,2% dari potensinya yang sebesar $115 miliar. PCE (Personal Consumption Expenditure) adalah jumlah pengeluaran keseluruhan konsumen dikurangi cicilan bulanan untuk dana pinjaman. Dilihat dari polanya, pembayaran dengan uang tunai masih mendominasi, angkanya mencapai 88,2%. Jumlah keseluruhan transaksi tanpa uang tunai (cashless transaction) ditambah pola pembayaran lain seperti pembayaran dengan cek, hanya sebesar 11,8%.

Bahkan, menurut Brian McGrory, Direktur Deposit Acces Visa Asia Pasifik, untuk pertama kalinya, volume transaksi kartu debit Visa di seluruh dunia berhasil melampaui volume kartu kredit, dengan nilai transaksi sebesar $1,48 triliun untuk kartu debit dan $1,45 triliun untuk kartu krebit. Diperkirakan di 2010, jumlah transaksi kartu debit di seluruh dunia akan tumbuh menjadi 91 miliar transaksi, meningkat dari hanya 33 miliar di 2001. Bandingkan dengan jumlah transaksi kartu kredit yang di 2010 diperkirakan mencapai 73 miliar (meningkat dari 33 miliar di 2001) atau jumlah transaksi dari pembayaran otomatisasi yang di tahun yang sama mencapai 46 miliar (naik dari hanya 20 miliar di 2001). “Di Indonesia, jumlah kartu debit bisa mencapai 15 juta di 2010,” ujar Ellyana.

BCA

Dan pemimpin pasarnya adalah BCA. Menurut Ina Suwandi, Deputy Division Head, Consumer Banking Division BCA dan Jack Rusli Irawan, Deputy Manager, Consumer Banking Division BCA, BCA memimpin pangsa pasar kartu debit dengan angka 80%. Per Juni 2004, jumlah pemegang kartu debit BCA mencapai 5,7 juta nasabah. “Kami saat ini lebih menekankan pada kualitas transaksi,” ujar Jack. Sejak difungsikannya kartu ATM BCA menjadi kartu debit di 1998, volume transaksi kartu debit BCA terus mengalami pertumbuhan. Dari data terakhir, volume transaksi kartu debit BCA mencapai Rp1 triliun setiap bulannya. “Dengan pertumbuhan 3-5% per bulan,” ujar Ina. Jumlah kartu debit BCA ini jauh meninggalkan jumlah kartu kredit BCA yang baru mencapai 700.000 (ditargetkan menjadi satu juta hingga akhir tahun). Bahkan angka ini juga melampaui jumlah kartu kredit secara keseluruhan di Indonesia yang pada Juni diperkirakan sebesar 4,86 juta (baca BusinessWeek Indonesia, No.52/II/9 Juni 2004).

Guna membangun jaringan kartu debit (dan kartu kreditnya), BCA mengeluarkan investasi sebesar $400-500 untuk setiap EDC (electronic data capture). BCA kini memiliki 25.000 EDC di 18.000 merchant dan 22.000 outlet di seluruh tanah air. BCA juga bekerjasama dengan jaringan Maestro dan jaringan ATM Cirrus dari Mastercard di seluruh dunia. Program akuisisi BCA menambah 3000-5000 jaringan EDC-nya. Program ini telah berhasil menarik 8 bank yang memanfaatkan EDC BCA untuk bertransaksi. Keunggulan kartu debit BCA yang lain adalah jaringan ATM BCA yang pada akhir tahun ditargetkan mencapai 3000 ATM. Terlepas dari program akuisisi yang dilakukan oleh bank-bank lain, BCA adalah bank terbesar yang memiliki sendiri jaringan ATM dan EDC-nya. “Pertumbuhannya ATM 10% per tahun,” ujar Ina.

Yang membuat kartu debit BCA juga semakin powerfull, adalah keberadaan CDM atau cash deposit machine. Walaupun bukan bank yang pertama menggunakan CDM, fasilitas ini memungkinkan nasabah untuk bisa menyetor uang tunai langsung tanpa melalui kasir. Saat ini BCA sudah memiliki sepuluh mesin CDM dan berencana menambah dua puluh mesin lagi hingga akhir tahun. Biaya investasi untuk CDM ini lebih dari 2 kali lipat biaya investasi ATM yang berkisar (ATM) antara $16.000-$20.000. “Saat ini sekitar 70-80% antrian adalah untuk setor uang. Alat ini akan menghilangkan citra BCA sebagai bank capek antri,” ujar Jack.

Berapa revenue yang diperoleh BCA dari transaksi kartu debit ini? “Hingga kini BCA masih belum mengenakan biaya untuk setiap transaksi,” ujar Ina. Kepada nasabah kartu debitnya, BCA hanya mengenakan biaya administrasi antara Rp7500-Rp15.000 per bulan. Sedangkan kepada merchant, BCA mengenakan biaya pulsa. Untuk program akuisisi, BCA mengenakan charge Rp3000 per transaksi bagi bank-bank lain yang memanfaatkan jaringan BCA. Menurut Jack, “kita sekarang lebih untuk penetrasi, namun mungkin suatu saat akan kita charge,” ujarnya. Dalam satu bulan menurut Ina, rata-rata ada satu juta pemegang kartu debit BCA yang melakukan transaksi debit. Sebanyak 3 juta dari 5,7 juta nasabah dilaporkan pernah menggunakan kartu debit. Dengan fakta tersebut ditambah apabila nanti BCA mengenakan fee, kartu debit berpeluang besar menjadi lebih seksi dari kartu kredit. Oleh Hizbullah Arief di Jakarta

0 Comments:

Post a Comment

<< Home