Thursday, October 21, 2004

Cerita dari Bengalon

Pengembangan komunitas dan rehabilitasi lingkungan menjadi isu sentral perusahaan tambang modern di masa depan

“Aku ingin jadi pilot,” jawab Ikki, 5 tahun, ketika ditanya apa cita-citanya ketika besar nanti. Kalau pertanyaan ini ditanyakan ke seorang anak di Jakarta, tentu jawaban ini tidak menjadi istimewa. Kali ini jawaban itu keluar dari mulut seorang anak di daerah terpencil 310 kilometer dari Balikpapan, 6 km keluar dari jalan trans Kalimantan di Desa Muara Bengalon, Kecamatan Bengalon, Kalimantan Timur. Ikki adalah anak petani tambak yang menjadi obyek pembangunan komunitas (community development) oleh PT Kaltim Prima Coal (KPC), salah satu perusahaan batu bara terbesar di dunia yang memulai proyek di wilayah itu sejak 3 tahun yang lalu.

Siang itu, 21 Oktober, BusinessWeek Indonesia diundang masuk ke pedalaman Kalimantan untuk menengok Ikki dan keluarga. Berasal dari suku Bugis, keluarga Ikki mulanya adalah petambak tradisional yang membuka lahan di Muara Bengalon sejak 1985. Kini mereka adalah pelaku utama proyek percontohan (pilot project) pengelolaan tambak ramah lingkungan yang berbasis komunitas yang diklaim oleh Yusac, Supervisor Community Development KPC sebagai proyek pembangunan berbasis komunitas pertama di Indonesia.

KPC berencana memodernkan usaha pengelolaan tambak seluas 84 hektar di wilayah ini yang diharapkan bisa menimbulkan dampak pada perbaikan sistem pengelolaan tambak seluas 350 hektar di wilayah tersebut. Tahun ini, KPC menganggarkan dana $ 5 juta dari $285 juta dana operasionalnya per tahun, untuk program pembangunan komunitas ini. Termasuk diantaranya Program Interplast (rekonstruksi plastik dan bibir sumbing)—yang telah berusia 10 tahun, dengan jumlah pasien rata-rata 80 orang per tahun dan telah mengoperasi 670 pasien—Program Komunitas Lingkar Pendidikan, Program Prestasi Junior Indonesia, Program Posyandu, dsb.

Kecenderungan perusahaan pertambangan untuk lebih bertanggung jawab terhadap komunitas dan lingkungan dimana mereka beroperasi, meningkat akhir-akhir ini. Kepedulian ini bahkan seringkali harus dipicu oleh tuntutan masyarakat di daerah sekitar. Yang masih hangat adalah kasus Buyat yang sampai saat ini masih simpang siur. Setiap wilayah mempunyai tuntutan yang berbeda-beda.

Di wilayah konsesi KPC, tuntutan yang paling sering terjadi adalah land claim, atau klaim kepemilikan atas tanah di lahan konsesi oleh penduduk setempat. Tuntutan Kelompok Tani Bersatu adalah contoh salah satu kasusnya. Menurut Imanuel Manege, Manager Environment KPC, saat ini KPC memiliki lahan konsesi seluas 90.690 hektar. Sebanyak 55.000 hektar lahan diserahkan ke pemerintah. Dan dari seluruh wilayah konsesi KPC tersebut, baru 35% cadangan batu bara yang sudah dieksplorasi. Sekitar 6000 hektar (7%) lahan sudah dibuka dan 2100 hektar lahan (33%) sudah direhabilitasi. “Biaya rehabilitasi ini antara $16-20 juta per tahun,” ujar Imanuel. Hingga kini standarisasi nasional untuk rehabilitasi menurut Imanuel banyak yang diadopsi dari prinsip rehabilitasi KPC.

ISO

Program pembangunan komunitas dan rehabilitasi lingkungan ini akhirnya membawa KPC meraih ISO 14001 yang merupakan standar untuk Sistem Manajemen Lingkungan (SML), yang secara simbolis diserahkan akhir Oktober lalu. KPC telah melaksanakan program pengelolaan lingkungan secara bertahap dan terintegrasi sejak tahun 1996. Menurut Suseno Kramadibrata, GM Health Safety & Environment KPC, pihaknya mengeluarkan dana total $70.000 untuk proses sertifikasi ini. Dimulai sejak awal 2003, proses setifikasi ini mencakup sistem pengelolaan lingkungan dari hulu hingga hilir, yang meliputi sistem eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pengangkutan batu bara, hingga pengapalan. “Kami adalah satu-satunya perusahaan dimana main audit dihadiri oleh observer dari luar yaitu dari ITB, Universitas Mulawarman dan pemerintah lokal,” ujarnya.

Menurut Erik Roger, President Director PT SGS Indonesia, Badan Sertifikasi ISO 14001, baru sedikit tambang yang sudah mencapai sertifikasi ini. Salah satu diantaranya adalah PT Freeport Indonesia. “Indonesia mempunyai reputasi yang tidak terlalu bagus untuk isu lingkungan dengan adanya kebakaran hutan, illegal logging dsb,” ujarnya. Karena belum ada pemberdayaan dari pemerintah untuk penanganan isu lingkungan ini maka, “perusahaan yang harus mempunyai inisiatif,” ujar Erik. Dengan diraihnya ISO 14001 ini menurut Erik KPC akan lebih dipercaya oleh stakeholder-nya. Sertifikasi ini juga harus melalui audit setiap 6 bulan sekali selama 3 tahun masa sertifikasi ini berlaku. Perolehan ISO 14001 ini sekaligus merupakan pembuktian bahwa PT. Bumi Resources, perusahaan yang mengakuisisi 100% saham KPC dari Rio Tinto dan BP di Oktober 2003, “tetap berkomitmen untuk melakukan akreditasi,” ujar Evan Ball, Managing Director KPC.

Akuisisi KPC sempat menjadi perdebatan saat seluruh saham KPC dialihkan oleh pemiliknya yakni Sangatta Holding Limited dan Kalimatan Coal Limited kepada perusahaan lokal PT Bumi Resources Tbk—perusahaan yang berafiliasi dengan Grup Bakrie—dengan transaksi yang dilakukan di luar negeri, dengan harga yang sangat murah, yakni US$ 500 juta. Padahal, harga ini jauh di bawah patokan yang ditetapkan pemerintah, yakni US$ 822 juta. Penandatanganan kesepakatan ini dilakukan Bumi Resources pada tanggal 16 Juli 2003 dengan Rio Tinto Ltd sebagai pemilik 100 persen Sangata Holding yang berkedudukan di Cayman Island dan BP Plc sebagai pemilik 100 persen Kalimantan Coal Ltd yang berkedudukan di Mauritius.

Masyarakat Kalimantan Timur seperti Ikki, memang layak semakin bergantung pada KPC. Berdasarkan analisis Dampak Ekonomi PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang dilakukan bersama Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM), KPC memberi kontribusi sekitar 74 persen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kutai Timur, atau sekitar Rp 2,56 triliun dari total PDRB Kutai Timur sebesar Rp 3,6 triliun pada 2000. Sudah sewajarnya. Selain itu KPC kini telah mendivestasi 18,6% sahamnya ke perusahaan daerah milik Pemerintah Daerah Kutai Timur senilai $104 juta. Menurut Ari S. Hudaya, Presiden Direktur KPC, nilai jual ini diantaranya berdasarkan harga batu bara di pasaran yang dipatok antara $41-42 per ton dan jumlah produksi. Lantas apakah cita-cita Ikki akan tercapai? Waktu yang akan menjawabnya. Oleh Hizbullah Arief di Jakarta.